Pada Januari 1800, seorang anak telanjang terlihat di
pinggiran desa Saint-Sermin, provinsi Aveyron di selatan Perancis tengah. Anak
tersebut, yang tingginya hanya sekitar empat setengah kaki tetapi tampak
seperti berusia 12 tahun, telah beberapa kali terlihat selama dua setengah tahun
belakangan, memanjat pohon, berjalan dengan kaki dan tangannya, minum dari
selokan, dan mengais-ngais kenari dan akar-akaran.
Saat anak bermata gelap tersebut datang ke Saint-Sermin,
ia tidak berbicara atau merespons pembicaraan apa pun. Seperti binatang yang
biasa hidup di alam liar, ia melemparkan makanan yang disiapkan dan menyobek
baju yang coba dipakaikan oleh orang lain kepadanya. Bisa jadi anak tersebut
kehilangan orang tuanya atau sengaja dibuang oleh orang tuanya. Namun seberapa
lama hal tersebut telah terjadi adalah pertanyaan yang sulit terjawab.
Anak tersebut muncul pada sebuah masa dimana perubahan di
bidang intelektualitas dan sosial sedang terjadi, yaitu saat pandangan ilmiah
mulai menggantikan spekulasi mistik. Para filsuf berdebat tentang jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan tentang hakikat alamiah manusia –pertanyaan-pertanyaan yang
akan menjadi inti dari studi perkembangan manusia. Apakah kualitas, perilaku,
dan ide yang menentukan makna menjadi manusia merupakan bawaan lahir atau
sesuatu yang diperoleh kemudian, atau kedua-duanya? Seberapa penting kontak
sosial selama tahun-tahun pertumbuhan awal? Apakah ketidaksempurnaan dalam
kontak tersebut dapat diatasi?
Penelitian tentang anak yang tumbuh dalam isolasi mungkin dapat meyajikan bukti
akan relativitas pengaruh nature (alamiah atau karakteristik bawaan) dan
nurture (pengasuhan, pendidikan, sekolah, dan pengaruh kemasyarakatan
lainnya).
Setelah melakukan observasi awal, anak ayng kemudian
dipanggil Victor itu, dikirimkan ke sekolah tunarungu dan tunawicara di Paris.
Disana ia diserahkan kepada Jean-Marc-Gaspard Itard, seorang praktisi psikiatri
–disiplin ilmu baru ketika itu- berusia 26 tahun yang ambisius. Itard yakin
bahwa perkembangan Victor dibatasi oleh isolasi dan yang harus dilakukannya
hanyalah mengajarkan keterampilan yang biasanya didapat seorang anak dalam
suatu masyarakat.
Itard membawa Victor ke rumahnya, dan selama lima tahun
berusaha “menjinakkannya”. Pertama-tama Itard menghidupkan kemampuan muridnya
untuk membedakan pengalaman sensoris lewat mandi air panas dan mengusap sesuatu
yang kering. Kemudian dengan hati-hati dan bertahap, ia mulai melatih respons
emosional dan perilaku sosial, bahasa, dan pemikirannya. Metode ynag digunakan
Itard –berdasarkan berbagai prinsip imitasi, pengkondisian, dan modifikasi
perilaku- jauh melebihi ukuran zamannya, dan dia mulai menciptakan alat ajar
yang banyak digunakan pada masa kini.
Sayangnya, pendidikan Victor tidak dapat dikatakan
terlalu sukses. Anak tersebut memang membuat kemajuan ynag luar biasa: dia
mempelajari banyak nama objek, dan dapat membaca serta menulis kalimat singkat,
mematuhi perin]ntah, dan bertukar ide. Dia juga menunjukkan afeksi, terutama
kepada Madame Guérin, pembantu rumah tangga Itard, seperti perasaan bangga, malu, bersalah, dan hasrat
untuk dipuji. Walaupun demikian, kecuali menggumamkan suara bernada konsonan
atau vokal, dia tidak pernah belajar untuk berbicara. Lebih jauh lagi, ia tetap
fokus pada keinginan dan kebutuhannya,
serta tampak selalu rindu pada “kebebasan di padang terbuka dan
ketidakpeduliannya terhadap hampir semua kesenangan kehidupan sosial” (Lane,
1976, page 160). Ketika penelitian tersebut selesai, Victor –yang tidak lagi
dapat mencari makan sendiri, sebagaimana yang pernah dilakukannya di alam liar-
pergi untuk hidup bersama Madame Guérin hingga akhir hayatnya di usia 40-an
pada 1828.
Source: Diane E Papalia, Sally Wendkos Old,
& Ruth Duskin Feldman, Human Development (ninth edition), The
Mcgraw Hill Companies ©2008. Dialihbahasakan oleh A. K. Anwar, Human
Develoment (Psikologi Perkembangan) edisi kesembilan cetakan ke-2, Jakarta: Kencana, 2010.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar